Ponorogo sebenarnya banyak wisata
mistisnya, akan tetapi banyak orang yang belum tahu beberapa wisata di Ponorogo
diantaranya beji (mbeji). Beji adalah sebuah kedungan/kolam dimana pinggirnya
dibangun dengan plengsengan contohnya saja di kecamatan Sambit kabupaten
Ponorogo terdapat beberapa beji di antaranya beji Sirah Keteng dimana terletak
di desa Bedingin, Beji Sumber Gondang di desa Maguan, Sumber Beji juga di desa
Maguan, dan beji Cangkring ada di desa Nglewan Sambit Ponorogo.
Sabtu, 03 Oktober 2015
Taman Wisata Ngembag Ponorogo
2 Km menuju ke arah Pulung Jl. Yos Sudarso dari arah alun
- alun ponorogo terdapat wahana bermain dan hiburan anak dan keluarga. Taman wisata ini terletak di kecamatan Siman.
Sebelumnya, taman wisata Ngembag dikenal sebagai mata air yang tak
terawat. oleh Pemkab Ponorogo telah di kembangkan sebagai taman kota yang
dilengkapi dengan kolam renang anak dan juga beberapa permainan anak-anak.
Kintamani Waterpark Ponorogo
Kintamani Waterpark merupakan salah satu wahana wisata air di Ponorogo yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Lokasi wahana dengan luas sekitar 1,8 hektar ini berada di Jln Ki Ageng Kutu , Nomer 9, Siman, Ponorogo. Kintamani Waterpark memiliki 2 kolam renang anak dan telah dilengkapi dengan beberapa fasilitas seperti seluncuran. Disamping itu, terdapat kolam renang dewasa, sarana outbond, mushola, kamar mandi, dan sebagainya.
Selain Waterpark, obyek wisata di Ponorogo ini juga didukung oleh sebuah restoran bernuansa alam pedesaan dan terletak diatas danau buatan. Restoran dengan kapasitas sekitar 100 ini, akan membuat suasana makan bersama keluarga, temat, ataupun rekan kerja menjadi lebih nyaman dan menyenangkan. Harga tiket masuk Kintamani Waterpark adalah sebesar Rp.5.000/orang pada hari Senin s.d Jumat. Sedangkan hari Sabtu, Minggu, serta hari Libur Nasional seharga Rp.10.000/orang dewasa, dan Rp.8.000/anak.
Kamis, 01 Oktober 2015
Pesona Air Terjun Tumpuk Sawoo
Bertempat di Desa Tumpuk Kecamatan sawoo Ponorogo, yang tepatnya desa sebelum perbatasan Ponorogo–trenggalek, saya mencoba mencari suatu tempat untuk hanya sekedar foto-foto untuk narsis.
Ya sebelumnya saya juga tidak tahu akan kemana tujuannya, tapi setelah
mengamati dari jalan raya Ponorogo-Trenggalek (pandangan saya arahkan ke
suatu lembah). dan saya pun menuju ketempat tersebut. Dan ternyata
benar saja, saya dapat menikmati pemandangan yang luar biasa dibawah
jembatan yang akan menuju desa tersebut. Batu-batu besar, kelokan-kelokan air yang terbentuk proses alam,
jernihnya air yang segar, menghiasi proses pengambilan gambar. Dan kalau
saya bisa berkata, ini adalah seperti water boom alami, karena
bentuk aliran diatas batu cadas yang halus bekelok-kelok. Aliran air
disungai yang namanya sendiri kurang tahu namanya ini membentuk air
terjun tiga tingkat yang rta tingginya sekitar 4 sampai 7 meter, dan
setiap tingkat mempunyai kolam besar yang dalam dibawah jatuhnya air
tersebut. Dan inilah dokumentasinya :
Label:
Air Terjun Tumpuk Sawoo
Gunung Bayang Kaki Ponorogo
Gunung Bayangkaki adalah gunung yang tak aktif yang terletak di Ponorogo
Jawa Timur, tepatnya di Desa Temon, Kecamatan Sawoo. Gunung Bayangkaki
memiliki empat puncak, yakni Puncak Ijo (Gunung Ijo), Puncak Tuo (Gunung
Tuo), Puncak Tumpak (Puncak Bayangkaki) dan Puncak Gentong (Gunung
Gentong). Di balik indahnya alam dan kokohnya batu-batu besar yang
menjulang, Bayangkaki memiliki berbagai keunikan dan masih diselimuti
dengan mitos yang terus berkembang dalam masyarakat sampai sekarang.
Salah satu mitos yang berkembang dalam masyarakat adalah ketika Puncak
Gentong sudah terbakar tanpa sebab berarti musim penghujan akan segera
tiba.
Label:
Gunung Bayang Kaki Ponorogo
Penemuan Situs Bersejarah di Balong Ponorogo
Beberapa hari yang lalu, penduduk
Ponorogo dikagetkan dengan berita penemuan sebuah situs bersejarah.
Lokasinya berada di Dusun Bendo, Desa Karang Patihan, Kec. Balong,
Ponorogo. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Antok, arkeolog dari
Universitas Udaya, situs tersebut berupa sebuah kolam pemandian
peninggalan Era Jayabaya. Selain kolam pemandian, juga ditemukan
beberapa patung dan waruga.
Berita
tersebut membuat saya dan juga 2 teman dari Universitas Muhammadiyah
Ponorogo tertarik untuk melihat langsung di lokasi penemuan. Rabu (23/2)
pagi, kami memutuskan berangkat. Sesampainya di lokasi, kebetulan kami
bertemu dengan Bapak Antok, Bapak Kepala Desa Karang Patihan dan juga
Bapak Sugiharto yang pernah masuk TV kemarin. He he... Tanpa pikir
panjang, kesempatan langka ini kami manfaatkan untuk mencari informasi
seputar penemuan situs bersejarah.
Menurut
cerita Bapak Kepala Desa dan Bapak Sugiharto, dulu kolam tersebut
berjumlah 2 dan masih bisa digunakan warga sekitar untuk mandi. Air di
kolam ini jernih yang bersumber di Gunung Jaran, tambah Pak Kepala
Desa. Bapak Sugiharto juga menjelaskan, air dari sumber mengalir di
dalam pralon yang terbuat dari kayu jati. Kemudian semenjak semakin
gencar pergerakan Islam sekitar tahun 1965, pemandian ini dihancurkan
dan ditimbun untuk mencegah kegiatan kepercayaan animisme-dinamisme.
Sementara
waktu ini, peninggalan yang diketemukan 1 kolam, 2 patung dan 1 waruga.
Selain bertemu dengan mereka, kami juga bertemu dengan utusan dari
Museum Mpu Tantular dan Pemkab. Ponorogo. Meraka meneliti dengan seksama
kolam pemandian, patung dan waruga serta lokasi di mana diketemukannya
peninggalan bersejarah tersebut. Bapak Antok, arkeolog Universitas Udaya
berpendapat, dimungkinkan di sekitar lokasi penemuan kolam pemandian
ini terdapat candi yang masih tertimbun tanah. Berikut ini adalah
foto-foto yang dapat kami abadikan :
Pagi beranjak menuju siang, awan mendhung juga mulai datang, sepertinya
akan turun hujan. Setelah merasa cukup informasi, kami berniat untuk
pulang. Kami hendak meminta ijin untuk pulang kepada bapak-bapak yang
telah memberi informasi penting ini. Tetapi kami melihat meraka sedang
berdiskusi. Entah tentang apa yang mereka diskusikan, kami langsung
pergi saja meninggalkan lokasi karena sudah mulai gerimis. Kepada
bapak-bapak yang saya hormati, kami mohon maaf. Terima kasih.
Sumber: http://phisitponorogo.blogspot.co.id/2011/02/penemuan-situs-di-balong-ponorogo.html
Air Terjun Coban Lawe Ponorogo
Ponorogo
begitu banyak menyimpan potensi alam yang belum di ekspose, khususnya di
daerah timur arah kota kecamatan Pulung, Kecamatan Pudak dan Kecamatan
Sooko. Potensi
alam tersebut masih asri dan "perawan", walau rute menuju lokasi masih
jalan makadam dan jalan setapak tidak menjadi masalah dan akan terbayar
dengan keindahan dan segarnya air yg mengalir sangat deras walau musim
panaspun.
33km dari
alun2 ponorogo kami tempuh dalam waktu 56menit. Dari Alun-2 kami menuju
ke arah timur Kecamatan Pulung, di perjalanan akan disuguhi indahnya
perbukitan nan hijau pada area perkebunan minyak kayu putih, bila
memakai kendaraan pribadi setelah pabrik minyak kayu putik kita akan
menemukan POM bensin terakhir sebelum menuju lokasi. Memasuki perempatan
/polsek pulung kita akan disuguhi beraneka macam kuliner mulai dari
sate kambing, nasi pecel sampai nasi gegog di seputar pasar Pulung,
beberapa menit kemudian di kanan kiri jalan anda akan mendapati hamparan
sawah yg sangat menarik tidak kalah dengan persawahan yg terkenal di
bali, sampailah kita di Kantor Kelurahan Krisik, bila kita mengunakan
kendaraan roda4 di situlah tempat terakhir kita parkir, Kondisi jalan
menuju Coban Lawe hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda dua, sekitar
500 meter dari jalan raya (pertigaan depan Kantor desa Krisik) kondisi
jalan masih makadam sehingga ini akan menyulitkan pengendara untuk naik.
Kemudian jalan yang berada di tengah hutan pinus hanya jalan setapak,
sudah bisa dilalui dengan kendaraan roda dua namun harus dengan
kehati-hatian, jika ceroboh tidak menuntut kemungkinan terpeleset dan
juga masuk jurang.
Jika
ditempuh melalui jalur Sooko-Pudak bisa diakses dari perempatan pasar
Pulung belok kanan menuju arah ke Kecamatan Sooko, kemudian ikuti jalur
menuju Kecamatan Pudak dan kemudian menuju ke Kantor Desa Krisik. Jika
melewati jalur Sooko-Pudak ini nanti akan ada alternatif tempat wisata
yang bisa dikunjungi yang berada di Kecamatan Sooko, diantaranya Air Terjun Pletuk, Goa Maria Fatma, Bukit Mayong, Gunung
Bedes, hamparan sawah yang indah, sentra susu perah, perkebunan buah
naga dan juga sentra perikanan. Dijalur ini pula akan melewati jalan di
bawah rindangnya hutan pohon jati.
Setelah
menempuh perjalanan yang sulit dan perjuangan yang luar biasa,
sesampainya di air tejun jerih payah tersebut akan hilang dan berganti
kekaguman akan keindahan air terjun. Kondisi secara keseluruhan coban
lawe masih alami, di sekitar air terjun masih ditumbuhi berbagai macam
tumbuhan liar. Suara kicauan burung sesekali berdendang mengikuti alunan
butiran air yang jatuh dari ketinggian. Keadaan air sangat jernih
ibarat air mineral yang siap diminum. Bulir-bulir air yang menerpa wajah
ibarat selendang bidadari yang diusapkan ke wajah kita yang membuat
kita enggan beranjak untuk meninggalkannya. Sepoi angin yang berhembus
seakan mendorong diri untuk bermalas-malasan pergi dan ingin tetap
menikmatinya.
Setelah puas menikmati Coban Lawe 1 perjalanan kita lanjut menuju coban lawe 2 letaknya +/- 2km jalan setapak melewati sela2 pepohonan besar dan lebat.
Anda
akan disuguhi suasana hutan belantara "kalimantan" plus hamparan rumput
gajah, pohon bambu serta beraneka macam serangga unik dan jarang kita
liat, untuk pecinta fotografi macro coban lawe sangat ideal dimana stok
dan jenis serangganya sangat berfariasi dan melimpah
20 menit perjalanan santai sampailah kita ke coban lawe 2 atau oleh kami biasa disebut coban seket atau coban lima puluh. Di
sini kondisi air terjunya lebih tinggi dan tanamanya lebat karena
sangat jarang di kunjungi wisatawan dan penduduk sekitar, percikan air
dingin air terjun diterpa angin mampu menghapus rasa lelah kita setelah
berjalan +/- 2km.
Itulah tadi keindahan dari Air Terjun Coban Lawe Kecamatan Pudak Ponorogo yang masih alami dan belum mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masih dibiarkan apa adanya. Selamat berkunjung :)
Sumber: http://www.ratjoen.in/2015/03/wisata-adventure-air-terjun-coban-lawe.html
Tempat Wisata Di Kecamatan Ngrayun Ponorogo
Air Terjun Singgah
Lokasi Air Terjun ini adalah di Desa Selur Kecamatan Ngrayun Air yang
meluncur deras dari ketinggian, jatuh mengenai bebatuan yang
ada di bawahnya menimbulkan suara gemericik air menambah suasana yang
asri. Air yang berasal dari pegunungan ini terasa begitu dingin saat
disentuh. Selain
dingin, air yang mengalir juga sangat jernih. Tak hanya itu, aliran air
terjun Sunggah yang dibawahnya dipenuhi berbagai jenis ikan ini terus
mengalir sepanjang tahun.Biasanya, kalau musim kemarau, suara
gemericik air akan terdengar sampai jauh. Suara gemericik air ini oleh
masyarakat sini dijadikan sebagai pertanda akan datang musim kemarau.
Selain airnya dingin dan jernih, pemandangan di sekitarnya juga masih
alami.
Watu Semaur
Watu Semaur ini terletak dipinggir jalan raya Ngrayun-Jajar tepatnya di
Desa Selur Kecamatan Ngrayun Yakni, sebuah tebing batu besar yang berada
di tengah-tengah padang
rumput. Tebing batu ini oleh warga setempat kemudian dinamakan Watu
Semaur, karena jika ada orang berteriak akan menggema seperti berteriak
di dalam gua. Watu Semaur juga sering dimanfaatkan oleh para
penghobi olah raga panjat tebing atau climbing. Karena, mempunyai
ketinggian sekitar 125 meter, sehingga sangat cocok untuk mengadu nyali
menaklukan ketinggian tebing ini. Jika musim kemarau, area di sekitar
Watu Semaur sering dijadikan tempat berkemah. Banyak pengunjung yang sengaja berkemah disini untuk menikmati keindahan
Watu Semaur sambil panjat tebing. Mereka berasal dari Ponorogo, Madiun,
Magetan dan banyak juga dari Surabaya serta kota-kota lainnya.
Label:
Wisata Alam Ngrayun Ponorogo
Rabu, 30 September 2015
Tradisi Larung Sesaji Telaga Ngebel Ponorogo
Ponorogo, kota Kabupaten
di wilayah Provinsi Jawa Timur. Disanalah terletak Ngebel sebuah kecamatan
seluas 6 ribuan kilometer persegi. Letak persisnya ada di kaki Gunung Wilis.
Perlu 1 1/2 jam berkendaraan dari pusat kota kabupaten. Inilah Telaga Ngebel. Tapi
siapa sangka, telaga indah ini punya citra angker bagi warga setempat. Entah
sudah berapa banyak orang yang tenggelama di sini. Pada malam 1 Suro yang dalam
penanggalan Islam berarti 1 Muharam, ada sebuah ritual tahunan disebuah telaga
yang dipercaya sering mengambil korban jiwa. Perjalanan berliku
mengelilingi gunung dan bukit merupakan suasana yang menyegarkan. Indahnya alam
di Ngebel semakin lengkap bila memandang telaganya.
Perahu rekreasi yang
dulu pernah ada kerap tenggelam dan rusak saat melintasi telaga. Mau tidak mau,
sejumlah peristiwa itu kian menguatkan angkernya sang telaga. Ingin tahu lebih
lengkap, tim Teropong pun diantar Anam Ardiansyah, budayawan asal Ponorogo menemui
Mbah Budiharjo yang tinggal di tepi telaga. Warga setempat menyapanya Mbah Budi. Ia adalah penduduk asli
Ngebel yang dianggap tahu banyak mengenai mitos di Telaga Ngebel.
Konon, telaga ini muncul sebagai ekses kemarahan seorang pemuda
miskin bernama Baru Klinting yang sering diejek penduduk sekitar yang arogan.
Klinting sendiri sebetulnya manusia jelmaan seekor naga yang dibunuh warga
setempat untuk konsumsi pesta rakyat.
Kedatangan Klinting yang seperti pengemis memicu kemarahan warga
yang jijik melihat penampilan sang pemuda. Hanya Nyai Latung yang berbaik hati
padanya. Sang pengemis pun marah dengan kesaktiannya ia menenggelamkan seluruh
desa. Hanya Nyai Latung yang selamat. Air bah itulah yang kini dikenal sebagai Telaga Ngebel. Sejak itu
pula, beragam bencana dan musibah terus-terusan mendera Ngebel. Dari mulai
musim paceklik, gagal panen hingga wabah penyakit. Bencana yang selalu datang
hingga kini. Ada 4 lokasi keramat yang sering diberi sesaji oleh masyarakat.
Diantaranya Gua Kumambang yang sekarang terendam air dan Gua Nyai Latung serta
Bebong. Mitos Ngebel juga terkait dengan sesepuh Reog Ponorogo Raden
Batoro Katong. Ketempat petilasannya inilah sekarang Kami menuju. Batoro Katong
yang merupakan putra Raja Brawijaya ke V pernah bersembunyi dari kejaran musuh
dan bertapa disalah satu gua yang ada di tepi telaga. Tempat Batoro Katong
singgahpun jadi keramat. Bahkan bila salah satu warga Ngebel punya keinginan
tertentu, ia melakukan tirakatan dan memberi sesaji di tempat ini. Bila malam
Jumat tiba, Telaga Ngebel ramai oleh beragam sesaji dari mereka yang percaya.
Puncaknya adalah saat malam 1 Suro.
Sagun Yang Tangguh
Pagi menjelang malam 1 Suro
saat udara sedingin es, warga Ngebel mengadakan upacara qurban. Seekor kambing
dengan bulu warna putih tidak putus melingkar bagian tengah tubuhnya atau yang
disebut dengan kambing kedit akan disembelih. Darah kambing yang ditampung
di kain putih ini dihanyutkan ke muara telaga. Sang kepala akan dilarung ke
telaga nanti malam dan kaki kambing akan ditanam di empat tempat keramat. Sementara
itu seorang warga bernama Sagun akan mengemban tugas penting. Ialah pembawa sesaji ke tengah telaga
dalam ritual yang akan berlangsung nanti malam.Konon, tidak sembarang
orang bisa membawa dan berenang menghayutkan sesaji ke tengah telaga.
Sagun sendiri mengaku tidak punya ilmu penangkal apapun selain
mahir berenang. Lelaki tiga anak ini sehari-harinya bekerja sebagai pengawas
pengairan di Ngebel. Bila ada orang yang tenggelam di Ngebel, biasanya
Sagun yang diminta mencari. Tak heran ia terus dipercaya sebagai pembawa
larungan sesaji.Malam 1 Suro, Kami pun kembali menuju telaga. Larung sesaji akan
berlangsung malam ini. Disepanjang jalan menuju Telaga Ngebel, warga memasang
obor sebagai penerangan jalan. Tradisi menyalakan obor saat malam 1 Suro
ini sudah berlangsung lama. Menambah suasana mistis yang sudah terasa sejak
pagi.
Akhirnya, Kami sampai di aula kecamatan tempat larung akan
dimulai. Sekitar 40 sesepuh dan dukun Ngebel berkumpul di aula kecamatan.
Mereka akan tirakatan. Dalam acara ini, sejenis matra Jawa kuno dibaca
bersama-sama. Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan tradisi larung saji di
Ngebel ini berlangsung. Yang jelas, sang telaga seperti tak jera meminta korban
jiwa. Seusai tirakatan, saatnya menuju danau. Penerangan yang digunakan
seadanya menambah aroma gaib di tempat ini. Apalagi udara sangat dingin. Tapi semua itu tidak menyurutkan langkah para sesepuh untuk
mengelilingi danau menanam 4 potongan kaki di tempat-tempat keramat.
Dalam waktu hampir bersamaan, upacara larung sesaji segera
dimulai. Potongan kepala kambing yang sudah dimasak dijadikan sesaji,
dihanyutkan ke tengah telaga dibawa Sagun sang pembawa. Malam yang gelap membuat pandangan ke tengah telaga tidak begitu
jelas. Semua yang hadir malam ini menanti kepulangan Sagun. Sagun memang
tangguh, tak lama ia pun kembali. Padahal selain ada kisah
angker yang membayangi, air di telaga sungguh amat dingin. Usai larung sesaji
kembali diadakan doa bersama sebagai ungkapan syukur. Besok pagi akan digelar
kembali larung sesaji, tapi dengan nuansa berbeda.
Mengapa Ada Larung Lagi
Pagi hari 1 Suro atau 1 Muharam larungan kembali digelar. Tapi
yang ini lebih sebagai modifikasi yang dilakukan pihak pemerintah daerah
setempat. Dalam perkembangannya, larung sesaji yang penuh aroma gaib memang
menjadi kontroversi di masyarakat Ponorogo. Sebagai kota santri yang
hampir seluruh penduduknya pemeluk Islam, larung sesaji dianggap tidak relevan
dengan ajaran Islam.
Tapi disisi lain, larung
sesaji sudah jadi tradisi yang melekat pada warga setempat. Pemerintah Daerah
setempat kemudian berinisiatif memodifikasinya dengan larung berisalah doa. Ini juga sebagai salah
satu upaya Pemda untuk menarik wisatawan datang ke Ngebel. Karena Ngebel yang
kaya potensi wisatanya ini jarang jadi tempat tujuan wisata. Kebanyakan sudah
ketakutan dulu bila mendengar mitos Ngebel. Kalau melihat jumlah
pengunjung yang datang menyaksikan larungan pag ini, upaya itu cukup berhasil.
Dari sisi prosesi, larung risalah mirip dengan larung sesaji yang dilakukan
malam hari.
Perbedaannya ada pada
jenis sesaji dan doa. Pada larung risalah ini ukuran sesajinya jauh lebih
besar. Terbuat dari beras dan bahan makanan lainnya.
Nuansanya pun tidak
seperti tadi malam. Mungkin karena yang hadir saat ini jauh lebih banyak.
Bahkan Kami bisa ikut naik ke atas perahu mengiringi sang pembawa sesaji.
Dalam larung risalah,
sesajian ini diperuntukan bagi hewan penghuni telaga seperti ikan. Selain
sesaji, ikut ditenggelamkan juga kota berisi doa keselamatan kedasar telaga.
Tujuannya meminta keselamatan dan perlindungan Tuhan.
Seiring dengan tenggelamnya
sesaji, usai sudah ritual tahunan di Ngebel. Tak lama lagi telaga ini akan
kembali tenang, kembali ditakuti. Tapi mungkin, mitos ini jugalah yang
melindungi keberadaan Telaga Ngebel yang keindahannya terjaga hingga kini.
Sumber:
https://banyuagung.wordpress.com/mylandscape/lndscape-kota-reog/
Label:
Larung Sesaji Telaga Ngebel
Pentas Reog Malam Bulan Purnama Sebagai Atraksi Rutin di Ponorogo
Kabupaten Ponorogo sebagai
sebuah kota yang di kenal dengan asal Atraksi Reog Ponorogo memiliki beragam
objek dan daya tarik wisata. Tentu saja sebagai atraksi utamanya adalah Reog
itu sendiri. Namun sebagai kota asal Seni Budaya Reog, ternyata tidak setiap
hari kita bisa menjumpai pagelaran seni tradisional ini. Banyak pertanyaan yang
diajukan oleh wisatawan lokal ataupun mancanegara, bahkan masyarakat dari
daerah di luar Kabupaten Ponorogo yang menanyakan tentang Reog Ponorogo.
Pertanyaan yang sering kali sulit dijawab adalah ” Kapan saya bisa melihat Reog
Ponorogo di sana?” atau “Apakah Reog selalu ada saat saya berkunjung di sana?”
atau yang satu ini, “Di mana saya bisa melihat Reog bila sewaktu-waktu
berkunjung kesana?”. Hal tersebut sangat sulit dijawab bahkan oleh sebagian
besar masyarakat Ponorogo. Kebanyakan jawaban yang diberikan yaitu seputar
Grebeg Suro dan Festival Reog yang diselenggarakan di Aloon-aloon Ponorogo.
Hal itu tentu saja aneh,
mengingat Ponorogo sebagai kota asal Reog, namun ternyata tidak lazim diadakan
sebagai rutinitas untuk menarik kunjungan wisatawan. Setelah mengkonfirmasi
masalah tersebut dengan Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Ponorogo, ada
sedikit harapan bagi semua kalangan masyarakat untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas. Disparda Ponorogo
menjelaskan, bahwasanya Kab. Ponorogo memiliki rutinitas untuk menampilkan Reog
Ponorogo sebagai Atraksi Budaya. Rutinitas diadakan bertepatan dengan adanya
bulan purnama atau setiap tanggal 14 menjelang 15 kalender jawa atau kalender
islam. Beberapa alasan yang muncul adalah karena biaya pengadaan pagelaran Reog
tidak sedikit, sehingga di jadwalkannyalah pada setiap Malam Bulan Purnama.
Pagelaran tersebut
dilakukan di Panggung Utama Aloon-Aloon Ponorogo pada pukul 19.30 WIB dan
apabila terjadi hujan atau kendala lainnya maka tempat pagelaran dipindahkan di
Paseban Aloon-Aloon Ponorogo. Pelaku seni yang memainkan pagelaranpun tidak
berasal dari satu sanggar tari atau desa, melainkan dari kecamatan-kecamatan di
Ponorogo secara acak dan bergiliran. Setiap kecamatan di Ponorogo memikili
Yayasan Reog Ponorogo. Bahkan, dari salah satu sumber yang bisa dipercaya,
hampir seluruh desa di Ponorogo memiliki Reog. 1 Kecamatan memiliki beberapa
desa, yang juga memiliki Reog. Artinya setiap Kecamatan memiliki beberapa Reog.
Bapak Bambang Wibisono
selaku Kepala Bidang Kebudayaan turut menjelaskan bahwa pemilihan Reog yang
akan tampil mewakili setiap kecamatan ini memiliki beberapa cara pemilihan.
Kecamatan A memilih Reog yang akan tampil adalah dari Desa AB karena Desa tsb
memiliki Reog dan Penari terbaik dibandingkan dari Desa lainnya di Kecamatan
yang sama. Kecamatan B memilih penari-penari terbaik dari beberapa desa yang
ada di lingkungan Kec. B agar dapat menjadi susunan kelompok tari terbaik dari
Kecamatan tsb. Kecamatan C melakukan rolling atau perputaran dari satu desa
kemudian desa yang lain, misalnya tahun ini adalah desa CA dan tahun depan
giliran desa CB yang akan tampil demikian seterusnya. Hal tersebut tergantung
pada kebijakan pejabat kecamatan setempat.
Sumber:
https://ponorogopedia.wordpress.com/tag/kota-ponorogo/
Langganan:
Postingan (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Categories
- Air Terjun Coban Lawe Ponorogo
- Air Terjun Tumpuk Sawoo
- Asal Mula Telaga Ngebel
- Gunung Bayang Kaki Ponorogo
- Kuliner Ponorogo
- Larung Sesaji Telaga Ngebel
- Obyek Wisata Kintamani Waterpark Ponorogo
- Pentas Reog Malam Bulan Purnama
- Ponorogo
- Reog Ponorogo
- Sejarah Kesenian Reog Ponorogo
- Sisi menarik kota Ponorogo
- Situs Bersejarah Balong Ponorogo
- Taman Wisata Ngembag Ponorogo
- Tanah Goyang Ponorogo
- Wisata Telaga Ngebel
- Wisata Air Ponorogo
- Wisata Alam Ngrayun Ponorogo
- Wisata Beji Sirah Keteng Poorogo
- Wisata Kuliner
- Wisata Ponorogo